Laman

Selasa, 20 Januari 2015

Free Man

Free man, dalam bahasa inggris atau yg di Indonesia biasa kita sebut dengan preman. Free artinya bebas sedangkan man artinya manusia. Jadi free man atau preman adalah manusia bebas. Bebas dari apa sih? Tentu bebas dari hukum. Tapi bebas ini bukan maksudnya hukum memberi keistimewaan kepada orang tersebut menjadi bebas dari hukum atau maksum. Maksum itu dijaga dari dosa. Maksudnya meskipun seseorang bersalah tetap saja orang itu tidak berdosa. Seperti anak-anak yang melakukan pidana tapi kemudian bebas karena usia.

Belakangan kata preman menandai orang-orang brutal, tak kenal aturan dan susah diatur. Yang demikian adalah makna preman yang sudah mengalami perluasan. Padahal awalnya preman itu orang yang kebal hukum yang diciptakan oleh penguasa lalim. Seperti pendekar betawi Pitung yg selalu menentang kekuasaan Hindia-Belanda. Yang oleh kita disebut pahlawan.

Itulah preman atau free man. Adapun perluasan makna terjadi karena kepentingan politik dan kekuasaan. Dimana-mana preman menjadi tokoh antagonis. Selalu digambarkan sebagai jahat. Yang di Indonesia pernah ada razia rambut gondrong dan tatoo oleh angkatan darat. Karena gondrong dan tatoo sangat akrab dengan preman. Maka bertambah buruklah citra preman dimasyarakat.

Kehidupan menjadi semakin bengis ketika manusia mulai mendewakan harta benda. Preman kelimpungan tak bisa makan. Mencari penghidupan dengan merampas, memeras. Yang tadinya hanya pada penguasa kemudian menjadi membabi-buta. Demi hidup, makan dan uang preman merampas tak pandang bulu. Inilah kehidupan. Siapa yang hendak memperbaiki nasib mereka yg ingin bebas?

Preman kini menjadi antagonis yg melenyapkannya memerlukan uang lebih dari 2miliyar. Sebesar itu dana yang disiapkan oleh Ahok, gubernur DKI Jakarta untuk menghilangkan para preman. Tapi laku preman tidak mungkin hilang dari Jakarta. Karena laku preman itu panggilan jiwa, bukan hanya soal dunia.

Membebaskan diri dari hukum adalah panggilan jiwa seorang pertapa. Panggilan jiwa bahwa preman bukanlah budak. Pun bukan budak pemerintah yg dengan adanya manusia pemerintah memanfaatkannya untuk mengeruk harta. Sejatinya pemerintahlah yang antagonis. Hukum pun tunduk padanya. Inilah hidup manusia di Jakarta dalam lindungan preman melawan satpol pp. Semoga saja preman yang melindungi kaki lima tetap berjaya bersama gulingnya kekkuaasaan kapitalis.

Juara para preman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar