Laman

Kamis, 22 Januari 2015

Jakarta dan Sosialnya

Rabu, 21 Januari 2015 menemukan cerita sosial dimana-mana. Gara-gara nonton on the street di Trans7. Memang sebuah sandiwara, tapi sandiwara ini untuk mengetes rasa solidaritas dan sosial masyarakat di kota besar seperti Jakarta. Adegan pertama menggunakan seorang anak perempuan berusia sekitar 9 tahun. Gadis itu bersandiwara sebagai anak yang ditinggal orang tuanya atau anak hilang. Lalu gadis itu menangis. Dan dengan penarik perhatian itu masih banyak orang yg mau peduli. Lalu pemeran diganti dengan orang tua lanjut usia yang telah pikun mengenakan kaos yang memajang tulisan bahwa orang tersebut telah pikun dan bila melihatnya tolong hubungi nomer berikut. Tak banyak yang menyadari adanya tulisan tersebut. Hanya seorang saja yg peduli.

Sebelumnya, saya mendengar seorang hrd dalam percakapan telepon seluler. Dari yang saya tangkap, ceritanya begini. Hrd tersebut diberi tugas untuk mencari orang untuk mengerjakan rumah dinas salah satu karyawannya. Ketemulah hrd tersebut dengan seorang kontraktor dan dibuatlah perjanjian kerjanya. Lalu saat tukang yg diambil kontraktor itu bekerja, hrd mengutus orangnya untuk memandori. Sebenarnya mengawasi. Karena rumah itu bukan milik karyawan biasa. Jadi musti sempurna pengerjaannya. Saat mengawasi itu sang mandor mengatakan ke hrd-nya melalui telepon. "Bu barang-baranya dipindahkan saja, takut kalau kena debu atau hilang". Dan kata terakhir itu ternyata menusuk perasaan tukang yg sedang bekerja. Lalu hari berikutnya tukang tersebut ngambek tidak mau bekerja. Serasa dituduh maling. Hanya sebuah kata-kata bisa mengalahkan segalanya. Pun uang dibiarkan hangus bagi tukang. Tukang mungkin tak butuh uang ketika harga diri diinjak.

Kemudian malam saya pulang naik kopaja. Tranportasi jakarta yg tentu bercampur dengan segala lapisan masyarakat. Kopaja itu memiliki tempat duduk 2-2. Dan siapa saja boleh duduk dimana saja selama tempat itu kosong. Kadang saya terpaksa memlih tempat duduk yang kurang nyaman. Seperti malam ini. Disamping seorang ibu paruh baya. Keringetnya menguap menusuk hidung. Begitu aku duduk disana sang ibu langsung menyapaku. Ngobrol sana sini tentang cuaca, tentang kerja dan tentang susahnya mencari uang. Lalu di gang yang ke sekian, banyak penumpang yg turun dan meninggalkan tempat duduk yang kosong keduanya. Perasaanku terbayang dengan perasaan ibu yang ada di sampingku. Jika aku pindah mungkin ibu itu merasa rendah dan tak pantas duduk bersamaku. Tapi posisiku duduk bersebelahan dengan ibu itu sangat tidak nyaman. Dan jarak tempuhku masih cukup jauh.

Bagiku biarlah aku mencium bau keringatnya. Biarlah aku tak nyaman. Yang utama adalah aku tak merusak perasaan hati seseorang. Pun seorang ibu yang tak ku kenal. Lalu bagaimana dengan anda???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar