Laman

Sabtu, 28 Februari 2015

Masih Anti Komunis

"Seminar nasional kebangsaan, Mewaspadai berkembangnya paham neo-komunisme di masyarakat."

Melihat poster pengumuman yg demikian sebenarnya aku ingin menangis. Komunisme di Indonesia masih menjadi bulan-bulanan. Sebenarnya aku juga tidak akan membela komunis jika memang ia adalah sebuah kesalahan. Dan tentu aku pun bisa menyalahkan jika memang bukti-bukti mengatakan demikian. Sayangnya orang-orang Indonesia telah termakan isu dan sikap pemerintah(penguasa) terhadap komunis. Saya yakin, semua sejarahwan Indonesia tidak bisa menyalahkan PKI dalam tragedi 65 secara obyektif. Beberapa guru sejarah yg pernah mengajar ilmu sejarah semasa disekolah bahkan masih bingung dengan pengangkatan Soeharto sebagai presiden. Beberapa malah mengajak aku untuk menemu kemungkinan-kemungkinan yg berbalik untuk membenarkan PKI dan menyalahkan oknum.

Memang aku terkesan membela PKI. Dan kemudian hari orang-orang akan menuduh dan mendudukkan aku sebagai komunis. Masa bodo dengan orang-orang. Aku tak pernah merisaukan tentang pandangan orang terhadapku. Karena aku bebas menilai orang lain, maka mereka pun bebas menilaiku. Pun ketika mereka menilaiku sebagai komunis.

Suatu hari aku meng-copy e-book dari seorang teman komunitas menulis. Dari koleksinya itu aku menemu sebuah judul yg menarik perhatian. Arok-Dedes. Meski sebuah novel, tapi paling tidak buku itu memberikan gambaran baru tentang sejarah kerajaan di bumi Jawa. Awalnya aku beranggapan bahwa koop terhadap Tunggul Ametung oleh Ken Arok merupakan sindiran bagi sejarah kelam 65. Bagaimana seorang yg tidak memiliki kasta satria kemudian menduduki puncak kepemimpinan. Begitulah Ken Arok dan begitu pula orde paska 65. Tapi kemidian aku menemu tulisan-tulisan sejarah lain yang memang begitu adanya. Bahwa Ken Arok lah raja yg bukan berasal dari kasta satria. Dan sekian abad berselang sejarah pun berulang. Dan sekian dekade, meski bukan dengan cara koop, tapi Presiden saat ini tidak berasal dari kasta satria.

Komunisme tidak selamanya koop dan pemberontakaan. Sebut saja Tan Malaka, yg dari awal perjuangan kemerdekaan, tahun1920-an, sangat tidak setuju dengan pemberontakan untuk melawan penjajahan waktu itu. Tan Malaka tak diragukan lagi ke-komunisan-nya. Bahkan menjabat sebagai perwakilan komunis, beliau rela hidup dipembuangan dan pelarian selama hidupnya. Tan Malaka pun tak setuju dg pemberontakan di Madiun 1948. Bahkan pun tentu tak mungkin setuju dg koop 65. Dan komunisme tidak selamanya buruk. Bukalah mata kalian semua umat beragama. Bahwa apa yg ada di setiap agama mengajarkan kemanusiaan yg juga menjadi pakem komunis.

Memang aku belum mempelajari semua unsur-unsur komunis. Belum lagi mencari tahu maksud buruk kapitalisme, liberal dan segudang isme lain. Secara islam yg aku pelajari, bahwa islam adalah pertemuan antara komunis dan kapitalis. Bukan mempertentangkan keduaya. Dalam islam mencari untung juga diwajibkan. Itu bentuk kapitalnya. Tapi kalau sampai membuat buntung itu keterlaluan. Sekalipun kekayaan melimpah, tapi islam mewajibkan zakat. Itu komunisnya.

Orang bilang komunis berarti anti Tuhan. Itu salah kaprah bener ora lumrah. Anti Tuhan itu atheis, bukan komunis. Dan dalam komunis tidak pernah menyinggung-nyinggung masalah agama dan keyakinan. Tapi agama-agama sekarang memang tinggal lah menjadi dagangan belaka. Belum aku temukan penjaja agama yg tanpa pamrih. Itu sebuah pertanda kan? Bahwa setiap manusia lebih mencintai dunia dari Tuhannya.

Di Indonesia telah terbit 3 buku putih, buku sikap resmi negara, instansi atau organisasi, terhadap peristiwa koop 65. Dua buku pertama yg dikeluarkan oleh pemerintah RI dengan gamblang menyalahkan PKI. Sementara buku terkhir oleh NU, mengatakan baik PKI maupun NU adalah korban. Kalau PKI dan NU sama-sama korban, lantas pelakunya siapa? Berpikir kritislah sedikit dalam bersikapn apalagi sikap yg mewakili sekian banyak manusia dg latar belakang yg berbeda.

Temu dulu kesalahan-kesalahan komunis, baik komunis masa lampau maupun yg kalian sebut sebagai neo-komunis. Belajar, berjuang dan bertaqwa tak sekedar menjadi slogan belaka. Belajar segala hal. Pelajari sampai tuntas meskipun itu hal yg tidak kian senangi. Katakan yg sebenarnya adalah buah dari taqwa. Dan bejuang itu untuk kembali belajar dan kembali bertaqwa dalam arti yg sebenarnya.

Kamis, 26 Februari 2015

Gus Nuril Di Paksa Turun II

Berikutnya ada yg kembali meminta komentarku tentang perkara Gus Nuril di Jatinegara. Aku masih menjawab dengan ragu. Belum sempat aku menonton kejadian yg sebenarnya seperti apa. Aku tidak bisa mengambil kesimpulan siapa yg salah tanpa tahu duduk perkaranya. Yg bertanya itu menimpali bahwa dia sudah men-download videonya. Aku pun turut mencari. Dan ketemu. Sudah ada di youtube. https://www.youtube.com/watch?v=cz5nZHTEYpo.

Aku mulai menonton. Menikmati kebesaran dan ketegasan. Tak jauh berbeda dengan Kyai panggung lainnya. Berwibawa. Mulai membahas masalah sekterian dan madzhabnya. Geopolitiknya dan tokoh-tokoh yg terlibat serta latar belakang dan tujuannya. Mula-mula tentang nasrani qibthi. Merembet ke kolonial Inggris dan Prancis. Muncullah apa yg menurut beliau menjadi sekte wahabi. Dampak kemunculan sekte wahabi itu bergandengan dengan pembentukan komite hijaz. Komite yg menentang sepak terjang sekte wahabi ini. Kemudian komite hijaz di kemudian hari menempa diri menjadi organisasi. Dan Gus Nuril ada di dalam organisasi tersebut.

Setelah sekte wahabi kemudian dibahaslah ikhwanul-muslimin dan gerakannya. Dan beliau pun menyebutkan bahwa semua sekte itu ada di Indonesia. Bahkan subur bertumbuh merongrong NKRI. Berujung pada penyebutan HTI. Lalu muncullah teriakan takbir dari arah samping panggung.

Kalau mengamati video yg berdurasi hampir 30 menit itu, aku tak menemu dibagian mana Gus Nuril menghina Habaib dan memuji Ahok. Kalau ada yg bisa menemu lebih detail tolong aku dikasih tahu ya!  Bagi saya sih seorang da'i membuli pemerintah atau memuji pemerintah sudah biasa. Pun membuli atau memuji tokoh sekitar juga sudah biasa. Apalagi kyai jawa. Lihat saja dalang. Pasti ketika manggung membahas pula problem yg sedang hangat di masyarakat sekitar. Entah dari mana sumbernya tapi sang dalang tahu duduk perkaranya dan menceritakan bagaimana baiknya. Itulah mistisnya seorang dalang. Begitu juga kyai jawa.

Halnya dengan Gus Nuril yg sedang bercerita bahwa di Arab sana ada larangan solawatan. Kemudian merembet membahas geopolitik islam kan wajar kan? Yg bebas bersolawat kan di Indonesia saja kan? Meskipun gubernurnya cina kan?

Menurut pandangan saya ini adalah provokasi. Beberapa kali aku mendengar Habib Ali menyebut "pemuda-fpi" untuk memanggil masa yg bertakbir di samping panggung. Boleh jadi akarnya begini. Habib Riziq, pemimpin fpi, kan kayaknya benci banget tuh sama Gus Dur. Beberapa kali aku lihat polahnya di youtube. Gambaran kebenciannya nyata sekali. Lah mungkin mendengar datangnya Gus Nuril yg notabene pengikut setia Gus Dur. Lah kalo dilihat demikian ini bukan masalah antara habaib dengan Gus Nuril semata. Bukan pula antara Habib Ali dan Gus Nuril semata. Gus Nuril tidak menyalahi etika. Habib Ali memaksa turun untuk menyetabilkan suasana gaduh yg dibuat pemuda fpi.

Jadi yg memaksa turun sebenarnya bukan habib Alin tapi pemuda fpi. Gitu kan yah? Coba deh tonton atau download dan tonton videonya. Ini jawabannya. Memang antara Gus Nuril dan habib Ali tidak ada apa-apa. Dua-duanya tidak ada yg salah. Dan penurunan itu bukan karena ceramah Gus Nuril di panggung itu. Tapi lebih merupakan dendam kesumat. Begitu kan yah?

Rabu, 25 Februari 2015

Gus Nuril Dipaksa Turun I

Baru-baru ini Gus Nuril kembali muncul ke media. Hebohnya karena dipaksa turun dari panggung. Entah beliau itu sedang memberikan ceramah atau sedang memimpin pembacaan maulid, aku tak tahu. Dan tentu tak mau tahu. Karena inti beritanya memang penurunan secara paksa oleh seorang "habib".

Ditempat aku tinggal, dulu pernah aku mendengar istilah "kyai keclethot". Entah siapa yg memulai, tapi istilah itu sudah memukul nama kyai dimanapun. Untungnya bukan kyai nasional, yg ke-keclethot-annya menjadi sensasional. Yg digelari "kyai keclethot" itu mungkin memmang menasional. Tapi tidak semua orang tahu. Pun saat itu --saat pemilihan bupati secara langsung yg pertama di Banyumas(2008)-- masih banyak orang mempertanyakan, siapa gerangan kyai yg menjadi orang pertama didatangi oleh bupati terpilih saat itu. Siapa kyai itu ya silahkan tebak sendiri lah. Karena kalau saya yg sebut, selain mempopulerkan beliau dalam hal politik juga melabelinya dengan "kyai keclethot".

Keclethot istilah tergelincir untuk lidah. Kalau kaki tergelincir itu kepleset, sedang lidah tergelincir itu keclethot. Kyai yg lidahnya tergelincir, atau ucapannya bisa menjatuhkan dirinya. Atau bisa jadi ucapannya bukan sepantasnya keluar dari mulut seorang da'i. Di Purwojati itu beliau tidak mengasuh pondok pesantren, pun tidak manggung secara berlebihan. Jadi itungan santrinya tidak jelas. Dan bukti ke-keclethot-annya susah ditelusuri. Aplagi kalau sumbernya berasal dari ibu-ibu muslimat yg setiap Jum'at sore mengaji di rumah beliau. Lah wong ibu-ibu kan memang biang gosip. Tapi masalah keclethot ini jelas manusiawi. Menunjuka bahwa kyai juga manusia. Atau dengan keclethot demikian, Kyai mempunyai maksud tertentu yg sebernarnya jauh dari apa yg dikatakannya. Atau mungkin kebalikan dari yg dikatakannya. Pun semua demi beberapa buah kebaikan. Aku yakin itu. Dan keyakinan itu tidak bisa ditawar.

Seseorang meminta pendapatku tentang hal yg menimpa Gus Nuril. Dan di tahun 2007 seseorang meminta pandapatku tentang Gus Dur. Tentang Gus Dur teman yg bertanya bahkan membawakan sebuah buku yg mencatat kesalahan-kesalahan Gus Dur. Yg mencium medali lah, membela Inul lah, yg ini lah yg itu lah. Dan satu yg jadi perhatianku kawan, kalau tidak salah buku itu bergambar partai yg bersebrangan dengan Gus Dur. Jika iya berarti itu buku politik. Kalau njenengan mencari kebenaran jangan pakai buku itu sebagai acuan.

Belakangan kemudian muncul Gus Nuril. Panglima Pasukan Berani Mati. Yg sebenarnya orang-orang macam ini seperti kebal senjata. Jadog. Itu diperolah melalui tirakat. Gus Nuril nyleneh dengan manggung di gereja. Mengusung idiologi pluralisme warisan Gus Dur untuk Indonesian. Dan belakangan lagi muncul berita sebagaimana awal tulisan ini. Aku tidak akan mengomentari. Tapi suatu kali harus menyikapi. Karena dunia Gus Nuril berkaitan dengan duniaku. Sesama islam, sesama NU, sesama Indonesia.

Nylenehnya berdakwah digereja bagi saya biasa saja. Saya pikir beliau manggung di gereja juga bukan kemauan sendiri. Tetapi haya sekedar memenuhi undangan. Sekarang coba bayangkan andai Panjenengan jadi ta'mir masjid! Kemudian kedatanga seorang pastur yg tiba-tiba masuk masjid dan khotbah di masjin Panjenengan pas dihari 'iedul fitr. Sama Panjenengan itu pastus disuruh turun apa dibiarkan sampai selesai? Lalu pada suatu ketika dalam majelis kyai-kyai atau santri-santri membutuhkan keterangan yg mendalam tentang sebuah ilmu. Dan kebetulan yg memahami tentang ilmu itu hanya seorang saja dan kebetulan pastur. Dan pastur pun diundang dalam majelis kyai atau santri. Saya pikir pastur akan bebas berbicara sampai selesai tanpa penuruna secara paksa. Chusnudhon saja lah. Kita tidak tahu apa beliau rencanakan dan apayg Tuhan rencanakan dengan memunculkan beliau di bumi Indonesia.

Mana yg benar antara habib kontra Gus Nuril? Menurut saya dua-duanya tidak ada yg salah. Meskipun secara pribadi saya belum menemu habib yg cocok dihati saya kecuali Chabib Makky, pengasuh saya saat di pesantren. Dan banyak orang mengagumi habib Lutfi Pekalongan. Dan dari cerita pengagumnya itu pun saya jelas ikut kagum. Tapi pertemuan secara pribadi dan pertukaran ilmu dan sikap belum pernah terjadi. Jadi kekaguman itu hanya tinggal cerita pengaagum. Bila datang cerita yg melunturkan kekaguman mungkin kekaguman saya akan sirna juga. Karena kebanyakan habib yg saya jumpai itu menikmati hidup dengan gelar habibnya. Dalam istilah jawa, kakudung welulang macan. Berkerodong kulit macan biar disangka macan. Padahal anak kucing.

Rabu, 11 Februari 2015

Hujan Dan Mengingat Tuhan

Hari ke 10 bulan Februari, pagi itu hujan semakin menderas. Padahal hari sebelumnya sudah hujan seharian tanpa henti. Meskipun hujan tak besar, tapi Jakarta sudah banjir. Banjir tahun lalu orang menyalahkan kiriman dari Bogor. Sementara sekarang Bogor terang benderang pun tetap banjir. Apa yg salah? Kata Gubernur DKI, pompa letoy. Menyalahkan PLN yg memadamkan listrik sebagai sumber energi pompa. Katanya banjir belum gede kenapa sudah dipadamin? Lah dihari itu juga ada korban yg tersengat aliran listrik akibat banjir. Lah Jakarta kan semua kabel listrik lewat tanah kan? Iya kan? Kok saya tidak pernah lihat ada tiang listrik. Tapi sudah lah. Saya tidak hendak menyalahkan siapa-siapa. Sebenarnya saya juga tidak hendak menyampaikan tentang itu. Biar yg punya kewajiban yg mengurusi. Saya tidak mau ikut mencampuri.

Hujan dua hari itu ternyata menggenangkan air dimanapun. Termasuk jalan yg biasa aku lalui berangkat kerja. Jalan itu legok. Landai barang sedalam setengah meter, sepanjang 3 sampai 4 meter. Pada hari pertama aku melewati itu belum begitu banyak air menggenang. Mungkin baru sekitar 3-10 centi meter. Tapi pada hari kedua saya lihat air menggenang sapanjang hampir 2 meter panjang jalan. Mungkin kedalamannya sampai 15-20 centi meter. Dari jauh aku melihat banyak motor yg berjalan melambat ketika hendak melewati genangan itu. Pasti air bakal muncrat jika dilewati dengan kecepatan tinggi. Mobil pun sama. Melambat pula melewati genangan itu. Ah, pagi itu aku lupa gak membawa payungku. Padahal hujan menderas, kan? Maka dengan terburu-buru aku lewat saja jalan satu-satunya itu. Dan, ah selalu saja mobil yg lewat saat aku berada di puncak genangan terdalam itu terlalu kencang. Dan tentu saja cipratan air yg muncrat dari genangan itu menganai tubuhku. Dan bertambah basah saja pakaian dan tentu tas punggungku. Aku selalu tak bisa berbuat banyak. Hanya bisa mengucapkan kata yg tak selesai aku ucapkan. Tinggallah menjadi frasa tak bermakna. Tapi hati ini tau maknanya. Frasa itu adalah "as". Cepat-cepat aku beristighfar. Semoga Si Pembawa mobil selamat sampai tujuan.

Aku pulang sudah terlalu larut dan cape. Cepat-cepat aku pulang kerumah hendak rehat. Tak banyak kejadian di jalan. Hujan itu sudah reda dari sore. Bahkan matari sempat menampakkan diri. Aku pikir kubangan air itu telah kering. Tapi untuk berjaga aku melwati jalan memutar dan menjadi jauh sekali. Ya sudah lah. Cape ini jelas menjadi bertambah cape.

Kopaja pun datang. Aku menaikinya. Mendapat tempat duduk yg aku ingin. Karena masih banyak kursi kosong. Ah paling nanti dioper. Begitu pikirku. Tapi ternyata tidak. Seperti biasa penumpang pasti akan habis ketika melewati AB(aneka buana) Pondok Labu. Tapi jalan tempat aku turun masih jauh di depan sana. Tinggal aku seorang yg tinggal. Tapi tepat saat aku turun kopaja masih berjalan super ngebut. Sudah aku ketok-ketok kaca  pintunya pun dia masih terus jalan. Akhirnya aku teriak kencang baru dia berhenti. Dan jalan pulangku yerlewat barang 50 meter. Ah hampir saja aku mengulangi kata yg tak sempurna dan tinggallah menjadi frasa saja.

Terimakasih Tuhan masih terus mengingatkanku untuk terus mengingat-Mu.