Laman

Jumat, 30 Januari 2015

Sumberan

"Kok kamu setiap hari beli makanan kecil buat kita-kita sih?" Tanya seorang teman. "Duit kamu banyak yah? Kan gaji gedean saya, masa kamu bisa saya ga bisa, rahasianya gimana sih ngatur keuangan sendiri?" Tambahnya lagi. Ini uang bukan uang saya kok. Uang ini kan uang titipan. Merasa dititipi ya kasih ke yg punya hak dong? "Tapi kan kita-kita nggak pernah merasa titip duit ke kamu". Ya nggak perlu dirasa lah. Dinikmati saja gorengannya, kopinya, rokoknya dan tentu titipan yang bukan dari kalian ini. Hahahaha....

Begitulah. Hidup kadang aneh. Dikasih setiap hari nggak mau. Giliran nggak dikasih minta jatah. Manusiawi. Jadi ceritanya setiap hari saya memberikan makan pada orang-orang yang hidup dekat--jarak--dengan saya. Itu kalo lagi punya uang. Lah kalo nggak punya ya maaf, masa mau bele-belain ngutang? Ya namanya "nulung menthung", kan? Loh kok bisa? Padahal gaji-mu kan kecil? Kenapa nggak kamu tabung saja buat modal nikah? Kan kamu sebentar lagi mau nikah? Begini asal-usulnya;

Pekerjaan saya itu melayani. Menyadari itu maka dari pertama kali masuk kerja saya tanamkan dalam diri bahwa saya itu pelayan. Setiap orang yang minta untuk dilayani, entah itu orang baik atau sekedar orang-orangan tetap saya layani dengan sebaik yg saya bisa. Entah kenapa orang-orang yang saya layani kok kadang ngasih uang tip. Besarannya sangat bervariasi. Dari yang ngasih 2ribu sampai ngasih terimakasih. Bagi saya terimakasih itu tip yang paling besar. Ingat buku "the power of water"? Apa yang terjadi dengan kristal air berlabel terimakasih? Dan uang tak berharga bagi terimakasih itu.

Dan karena saya merasa tugas saya adalah melayani, maka uang tip itu saya anggap sebagai titipan. Titipan dari siapa untuk siapa? Dari orang yg memberika tip untuk orang-orang yg merasa kurang. Jadi uang tip itu malah menambah masalah dalam mengatur keuangan saya pribadi. Bagaimana memisahkan antara uang titipan dengan uang pribadi. Karena uang titipan itu harus saya serahkan pada orang yang berhak menerima. Meskipun mungkin termasuk saya.

Itulah uang yang ada disaku saya. Bagaiman uang yg ada di saku kalian? Kepemilikan atas apa yg di klaim milik kita itu sebenarnya milik siapa? Benar-benar milikmu kah? Atau sebenarnya itu titipan banyak orang? Kalau saya sudah punya anak istri, hasil dari kerja saya itu ada hak anak dan hak istri. Bahkan bisa jadi keseluruhannya adalah hak keduanya. Jika saya makan hak orang lain maka saya pasti "keloloden". Seperti tulisan yg menempel pada sebuah motor, "uang haram biar sedikit bawa penyakit".

Uang tip itu dihasilkan dari mana sih? Jangan-jangan orang yang ngasih tip itu suka korupsi atau mencuri. Atau mungkin yang nvasih tip itu berusaha menyogok saya biar tambah rajin melayani mereka. Lah itu uang-uang panas. Uang panas jangan disimpan disaku. Nanti bokongmu kebakar loh.

Kalau uang itu benilai shodaqoh, misalnya, apa kamu pantas dishodaqohi? Penghasilan kamu sebulan lebih dari satu juta. Sementara masih banyak orang yang tak berpenghasilan. Masih banyak anak yatim dan jompo. Yakin kah kamu berhak dishodaqohi?

Banyak kran uang yang menetes ke saku. Tapi lihat dari mana sumber airnya. Kalau sumbernya bersih bisa lah kita manfaatkan. Lah kalau dari 10 kran hanya satu yang bersih? Apa yg kotor itu tidak akan merusak air bersihnya? Nggak bisa kamu berpura-pura tidak tahu atau benar-benar tidak tahu air itu bersih atau kotor. Karena air itu yg menjadi sumber makananmu nantinya. Teliti dulu lah sumbernya.

Kamis, 29 Januari 2015

Resapan

Dering kali orang-orang yang mengisi hari-hari kita tiba-tiba hilang atau sengaja dihilangkan hanya karena jarak dan berlalunya waktu. Teman, sahabat, saudara, keluarga, orang tua, pacar, suami atau istri. Tegakah menghapus mereka dari ingatan? Maka suatu kali giliran kamu yg dilupakan oleh mereka.

Mereka, manusia-manusia itu seperti laron yg selalu berebut cahaya. Kalau kita adalah cahaya mereka tak mungkin meninggalkan kita. Tapi sayangnya kita juga manusia. Bukan cahaya. Yang terkadang manusia dapat memancarkan cahaya ilahi. Memaksa manusia-manusia berebut mendekat bermandi cahaya.

Hidup tidak melulu tentang hari-hari. Mengisi hari dengan senyum bahagia. Bukan hanya resapan cinta, suguhan ceria atau apa saja. Bukan melulu hitam dan putih atau baik dan buruk. Karena tanpa detik tak mungkin menjadi hari. Tanpa manyun bibir tak mungkin menjadi senyum. Tanpa hitam tak ada putih. Tanpa buruk tak mungkin ada baik. Tanpa dan tanpa tanpa.

Bayangkan bila dunia ini tanpa bibir manyun! Apakah senyum itu sebuah bahagia? Bayangkan bila dunia ini tanpa buruk! Apakah baik itu menentramkan hatimu? Memang harus selalu ada dua hal yg bertolak belakang. Agar dunia semarak dan seimbang. Tanpa buruk dunia berat sebelah. Maka goncanglah.

Kadang orang-orang yg telah mengisi hari-hari terpaksa harus dibuang dari ingatan. Karena jeleknya-kah? Buruk perangainya-kah? Hitamnya-kah? Atau karena apapun. Adilkah jika mereka tercerabut dari ingatanmu? Atau sebaliknya jika kamu yg dihapus dari ingatan seseorang. Adilkah itu? Padahal kamu bukan orang jelek atau jahat atau buruk atau hitam atau tidak membahagiakan.

Ingat-ingat lah mereka yg pernah mengisi hari-harimu. Seberapa pun dia mengisi harimu. Dia juga sepertimu yg pernah mengisi hari orang lain dg hanya sedikit sekali. Do'akan manusia-manusia yg pernah mengisi harimu. Seberapa pun jelek dia mengisi. Pandangan orang selalu berbeda dengan segala sesuatu. Bisa jadi yg jelek itu dipandang baik dan sebaliknya. Dan hargailah itu.

Maafkan aku kawan yang telah aku lupakan. Maafkan aku teman yg terpaksa aku kesampingkan karena kesibukanku. Maafkan aku sahabat yg tak bisa aku kawanin setiap hari. Maafkan manusia-manusia karena aku tak selalu mengisi harimu.

Kamis, 22 Januari 2015

Jakarta dan Sosialnya

Rabu, 21 Januari 2015 menemukan cerita sosial dimana-mana. Gara-gara nonton on the street di Trans7. Memang sebuah sandiwara, tapi sandiwara ini untuk mengetes rasa solidaritas dan sosial masyarakat di kota besar seperti Jakarta. Adegan pertama menggunakan seorang anak perempuan berusia sekitar 9 tahun. Gadis itu bersandiwara sebagai anak yang ditinggal orang tuanya atau anak hilang. Lalu gadis itu menangis. Dan dengan penarik perhatian itu masih banyak orang yg mau peduli. Lalu pemeran diganti dengan orang tua lanjut usia yang telah pikun mengenakan kaos yang memajang tulisan bahwa orang tersebut telah pikun dan bila melihatnya tolong hubungi nomer berikut. Tak banyak yang menyadari adanya tulisan tersebut. Hanya seorang saja yg peduli.

Sebelumnya, saya mendengar seorang hrd dalam percakapan telepon seluler. Dari yang saya tangkap, ceritanya begini. Hrd tersebut diberi tugas untuk mencari orang untuk mengerjakan rumah dinas salah satu karyawannya. Ketemulah hrd tersebut dengan seorang kontraktor dan dibuatlah perjanjian kerjanya. Lalu saat tukang yg diambil kontraktor itu bekerja, hrd mengutus orangnya untuk memandori. Sebenarnya mengawasi. Karena rumah itu bukan milik karyawan biasa. Jadi musti sempurna pengerjaannya. Saat mengawasi itu sang mandor mengatakan ke hrd-nya melalui telepon. "Bu barang-baranya dipindahkan saja, takut kalau kena debu atau hilang". Dan kata terakhir itu ternyata menusuk perasaan tukang yg sedang bekerja. Lalu hari berikutnya tukang tersebut ngambek tidak mau bekerja. Serasa dituduh maling. Hanya sebuah kata-kata bisa mengalahkan segalanya. Pun uang dibiarkan hangus bagi tukang. Tukang mungkin tak butuh uang ketika harga diri diinjak.

Kemudian malam saya pulang naik kopaja. Tranportasi jakarta yg tentu bercampur dengan segala lapisan masyarakat. Kopaja itu memiliki tempat duduk 2-2. Dan siapa saja boleh duduk dimana saja selama tempat itu kosong. Kadang saya terpaksa memlih tempat duduk yang kurang nyaman. Seperti malam ini. Disamping seorang ibu paruh baya. Keringetnya menguap menusuk hidung. Begitu aku duduk disana sang ibu langsung menyapaku. Ngobrol sana sini tentang cuaca, tentang kerja dan tentang susahnya mencari uang. Lalu di gang yang ke sekian, banyak penumpang yg turun dan meninggalkan tempat duduk yang kosong keduanya. Perasaanku terbayang dengan perasaan ibu yang ada di sampingku. Jika aku pindah mungkin ibu itu merasa rendah dan tak pantas duduk bersamaku. Tapi posisiku duduk bersebelahan dengan ibu itu sangat tidak nyaman. Dan jarak tempuhku masih cukup jauh.

Bagiku biarlah aku mencium bau keringatnya. Biarlah aku tak nyaman. Yang utama adalah aku tak merusak perasaan hati seseorang. Pun seorang ibu yang tak ku kenal. Lalu bagaimana dengan anda???

Selasa, 20 Januari 2015

Free Man

Free man, dalam bahasa inggris atau yg di Indonesia biasa kita sebut dengan preman. Free artinya bebas sedangkan man artinya manusia. Jadi free man atau preman adalah manusia bebas. Bebas dari apa sih? Tentu bebas dari hukum. Tapi bebas ini bukan maksudnya hukum memberi keistimewaan kepada orang tersebut menjadi bebas dari hukum atau maksum. Maksum itu dijaga dari dosa. Maksudnya meskipun seseorang bersalah tetap saja orang itu tidak berdosa. Seperti anak-anak yang melakukan pidana tapi kemudian bebas karena usia.

Belakangan kata preman menandai orang-orang brutal, tak kenal aturan dan susah diatur. Yang demikian adalah makna preman yang sudah mengalami perluasan. Padahal awalnya preman itu orang yang kebal hukum yang diciptakan oleh penguasa lalim. Seperti pendekar betawi Pitung yg selalu menentang kekuasaan Hindia-Belanda. Yang oleh kita disebut pahlawan.

Itulah preman atau free man. Adapun perluasan makna terjadi karena kepentingan politik dan kekuasaan. Dimana-mana preman menjadi tokoh antagonis. Selalu digambarkan sebagai jahat. Yang di Indonesia pernah ada razia rambut gondrong dan tatoo oleh angkatan darat. Karena gondrong dan tatoo sangat akrab dengan preman. Maka bertambah buruklah citra preman dimasyarakat.

Kehidupan menjadi semakin bengis ketika manusia mulai mendewakan harta benda. Preman kelimpungan tak bisa makan. Mencari penghidupan dengan merampas, memeras. Yang tadinya hanya pada penguasa kemudian menjadi membabi-buta. Demi hidup, makan dan uang preman merampas tak pandang bulu. Inilah kehidupan. Siapa yang hendak memperbaiki nasib mereka yg ingin bebas?

Preman kini menjadi antagonis yg melenyapkannya memerlukan uang lebih dari 2miliyar. Sebesar itu dana yang disiapkan oleh Ahok, gubernur DKI Jakarta untuk menghilangkan para preman. Tapi laku preman tidak mungkin hilang dari Jakarta. Karena laku preman itu panggilan jiwa, bukan hanya soal dunia.

Membebaskan diri dari hukum adalah panggilan jiwa seorang pertapa. Panggilan jiwa bahwa preman bukanlah budak. Pun bukan budak pemerintah yg dengan adanya manusia pemerintah memanfaatkannya untuk mengeruk harta. Sejatinya pemerintahlah yang antagonis. Hukum pun tunduk padanya. Inilah hidup manusia di Jakarta dalam lindungan preman melawan satpol pp. Semoga saja preman yang melindungi kaki lima tetap berjaya bersama gulingnya kekkuaasaan kapitalis.

Juara para preman.

Jumat, 16 Januari 2015

TUHAN

Sutu kali orang yg bertuhan, meng-iman-i kebenaran adanya Tuhan, sangat membutuhkan keduniaan. Karena kehidupan di dunia tidak mungkin lepas dari hal itu. Pun untuk menyiapkan surga yg lebih baik memerlukan itu. Meyakini adanya Tuhan kadang hanya sebuah pilihan dan kadang merupakan kebenaran. Manusia memilih salah satu agama yg mengajarkan tentang ketuhanan. Dan pilihan itu jatuh bukan karena dasar keimanan. Ada kalanya memilih agama karena keturunan yg kemudian menjadi kebiasaan dan kemudian menjadi kebiasaan. Dikali yg lain pilihan itu jatuh hanya untuk menyamakan dengan pasangan yg akan menikahinya atau dinikahinya. Karena peraturan negara melarang menikah neda agama. Dan dikali yg lain memilih agama hanya untuk memenuhi kolom form ktp dan form-form yg lain.

Kurang mendalamnya manusia dalam hal bertuhan bukan karena manusia yg enggan mendalami. Tapi memang karena Tuhan yg ghoib itu sulit dicerna manusia melalui panca indra. Meskipun dari firman-firman menunjukan kebenaran sain jauh sebelum manusia menemukan sain. Justeru dari kebenaran firman itu semakin sulit menemu hakikat Tuhan. Tetapi temu kebenaran agama. Lalu orang-orang berbondong-bondong menuju agama tapi tak temu Tuhan. Dan yg menemu tuhan malah abaikan agama. Menjadi semakin kaburlah ketuhanan itu.

Agama-agama menggunakan dalil-dalil. Peraturan-peraturan diputar-balikkan untuk mendulang recehan. Tuhan-tuhan baru diciptakan melalui pakaian. Melaui recehan, amal duit dan kekayaan. Lalu hakikat Tuhan diabaikan. Tinggallah agama sebagai peraturan-peraturan. Dan semakin hari semakin jauh dari Tuhan. Mengabaikan perasaan.

Tuhan tinggallah simbol-simbol. Tanpa simbol tuhan tak kelihatan. Kalau tak kelihatan tuhan hanya nyanyian. Tuhan pun katanya tetap mulia bahkan bila tak seorang pun beriman.

Rabu, 07 Januari 2015

Syair Jawa

Nglurug tanpo bolo, menang tanpo ngasorake, sugih tanpo bondo.
(Menggempur tanpa pasukan, menang tanpa mengalahkan, kaya tanpa harta).

Nglurug tanpo bolo. Menggempur tanpa pasukan. Ibarat sebuah benteng diserbu tapi penyerbunya hanya seorang. Bagaimana bisa? Itulah kekuatan yang sejatinya kekuatan. Tanpa membawa pasukan bisa meluluh-lantakkan benteng seperti membawa banyak pasukan. Tapi sejatinya bukan demikian. Kalau menurut saya menggempur tanpa pasukan itu maksudnya mengalahkan tanpa bertarung. Bagaimana caranya? Silahkan itu ditafsirkan sendiri. Kan bisa dengan dialog?

Menang tanpo ngasorake. Menang tanpa mengalahkan. Sebenarnya bukan menang tanpa mengalahkan. Teks ngasorake sebenarnya bermakna menghina. Setiap kemenangan kadang membawa kesombongan. Dan kesombongan itu pasti menyakiti yang dikalahkan. Itu berarti tidak menaati menang tanpa ngasorake. Makna dari menang tanpa ngasorake itu banyak. Yang jelas menang tanpa mengalahkan. Maksudnya diatas kertas kita memang sudah unggul. Dan secara logika sudah menang. Bukan menang dengan kecurangan. Bukan menang yg menghina yg dikalahkan.

Sugih tanpo bondo. Kaya tanpa harta. Katanya kaya tapi ternyata tidak punya apa-apa berarti tidak kaya dong? Kaya atau miskin bukan dari penilaian orang lain atau dari harta yg kelihatan. Tapi bagaimana kita menikmati kekurangan menjadi sebuah kelebihan. Seribu pun bisa serasa semiliar kalau men-syukuri. Dan menerima bahwa itu adalah uang dan rejeki kita. Lalu menikmati. Bahkan semiliar pun bisa serasa seribu kalau terus merasa kurang tanpa bersyukur. Kaya tanpa harta benda adalah kaya dari batinmu.

Itulah mantra jawa yang sangat luar biasa. Betapa tidak? Jika semua itu dipraktekkan orang jawa bisa merajai dunia. Bisa mengungguli seluruh bangsa. Bisa membawa persemakmuran, kesejahteraan dalam kesederhanaan. Sebuah syair mantra yg luar biasa. Syair yang bisa menggerakkan manusia seluruhnya.

Nglurug tanpo bolo.
Menang tanpo ngasorake.
Sugih tanpo bondo.