Laman

Jumat, 15 Maret 2013

Haruskah Pancasila???

lomba blog pusaka indonesia 2013
Panca itu lahir pada hari Jum'at Wage, 1 Juni 1945. Panca yang lahir ketika itu tak seperti Panca yang kita kenal saat ini. Panca yang kita kenal saat ini memiliki 5 ciri. Pertama, dalam hatinya selalu percaya adanya Tuhan. Kemudian pengaplikasian dari manusia bertuhan itu Panca menjadi manusia yang selalu berusaha bersikap adil dan beradab.

Lalu bersama perkembangannya sebagai warga negara maka Panca pun selalu memuja persatuan Indonesia. Dan persatuan itu menurut Panca bukan lah hal mudah untuk diwujudkan. Sehingga Panca hanya bisa berharap kepada kebijakan-kebijakan pemimpin yang tergabung dalam majelis permusyawaratan. Dan yang tak kalah penting adalah usia Panca ini. Pada tanggal 1 Juni 2013 mendatang usianya menjadi 68 tahun. Ternyata telah lebih dari setengah abad.

Sesederhana itu, tetapi Panca merupakan yang nomor satu di Indonesia. Untuk mengenangnya --hanya sebagian kecil orang mencoba menerapkan ciri Panca kedalam dirinya-- pada setiap upacara bendera, selalu dibacakan sifat-sifat Panca yang lima itu. Se-nomor-satunya Panca, sampai-sampai ada yang berkeyakinan  bahwa "Robohnya Panca berarti robohnya Indonesia."

Panca dianggap sebagai dasar dari Indonesia, atau memang dasar Indonesia. Tetapi dalam minyikapi kedatangan Panca dalam kehidupan sehari-hari masih nihil. Seperti apakah Panca yang berketuhanan itu? Apakah seperti "manusia-manusia pembela tuhan?" Tetapi rela membunuh kebebasan sesamanya untuk kepentingan Tuhan? Sementara sifat Tuhan --yang pada setiap agama memiliki kesamaan-- berupa kasih sayang di kesampingkan.

Kemudian menyikapi Panca yang selalu berusaha menjadi manusia adil beradab. Adil dan beradab bukanlah rumus matematika 1x1=2 yang sampai kapan pun akan tetap seperti itu. Adil dan beradab memang tak berubah mengikuti zaman, tetapi berubah menyesuaikan keadan. Seorang nenek yang mengambil buah coklat bersalah menurut hukum, apa itu sebuah keadilan dan keberadaban??? Kemiskinan menjerat pesakitan manjadi korban lempar antar rumah sakit, apa itu keberadaban dan keadilan??? Bahkan orang-orang yang lebih hafal dengan Panca itu belum tentu mengikuti gerakan Panca.

Panca pemersatu ratusan suku bangsa Indonesia, atau bahkan ribuan. Tapi tak pernah namanya disinggung-singgung sebagai bapak pemersatu bangsa. Tetapi orang itu sudah dinamakan sebagai bapak sesuatu Indonesia. Orang-orang yang katanya memuja Panca hanya mencari kedok belaka. Agar  lambang teroris tak tertoreh di jidadnya. Agar masyarakat menganggap dirinya pantas memimpin Indonesia. Sementara tak berbuat sesuatu pun melihat orang-orang menyegel tempat penyembahan Tuhan. Melihat kericuhan sekterian dibiarkan. Satu itu, jadi tangan kiri ya tetap tanganku, jadi kaki kiri ya kakiku, rambut keriting ya rambutku. Bukan rambut keriting di poong sementara yang lurus dibiarkan memanjang sendirian.

Panca bukanlah manusia super. Bukan Waliyulloh, bukan raja, apa lagi Tuhan. Menerapkan 5 sifat kedalam dirinya, itulah panca. Menjadi sumber kebaijakan dan kebajikan. Tak pernah merasa diri paling hebat. Menyerahkan seluruhnya pada permusyawaratan yang diwakili putra-putra daerah. Bedanya, pada masa mudanya Panca, Putra-putra daerah itu memang berguru pada panca, dan mengamalkan apa yang mereka peroleh dari panca itu. Tetapi putra-putra daerah saat ini entah pernah berguru pada panca atau tidak, pernah membaca sejarahnya atau tidak, masih belum di uji. Sementara tes kenyataan memberikan nilai negatif ketika dilihat dari lekatan sifat-sifat Panca dalam diri mereka.

Harapan Panca dengan adanya putra-putra daerah itu adalah untuk meratakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Lah mau adil bagaimana? Dapil wilayah bagian timur yang mewakili aspirasinya malah orang yang berasal dari barat. Ya tidak mungkin paham apa yang dibutuhkan orang-orang bagian timur itu. Toh misalkan tepat pemilihannya sesuai daerh asal tetap tak menjamin pemerataan keadilan sosial itu. Wong yang mewakili itu cuma duduk ongkang-ongkan di Senayan, tak mau menengok daerah pemilihnya.

Panca memang sudah terlalu tua untuk mengurusi masalah-masalah kenegaraan. sudah terlalu banyak yang dipolitisi. Panca hari ini cuma bisa merangkak dikolong-kolong jembatan. Ngengsod di pinggir-pinggir jalan mengais uang recehan tetapi tetap percaya bahwa orang-orang yang duduk di Senyan sana sedang berdebat untuk menyejahterakan dirinya. Apalagi utnuk menghadapi arus globalisasi, menghadapi arus Indonesiais yang mengarah pada sati titik kebudaayaan saja sudah tak sanggup.

Sudah tak ada lagi yang bisa kita harapkan dari Panca. Kecuali kita didik dan munculkan kembali Panca-Panca muda yang energik, yang tak hanya Panca pada image-nya saja. Tetapi benar-benar Panca yang pancasilais baik berdiri sendiri, berduaan, maupun dalam kerumunan ribuan orang. Panca yang pancasilais baik ketika miskin, ekonomi pas-pasan, ekonomi berkecukupan atau pun serba wah. Panca yang pancasilais baik menjadi warga negar, manjadi ketua RT, Ketua RW, menjadi Kadus, Kades, Camat, Bupati, Gubernur, Presiden, Wakil rakya, atau aparatur pemerintahan berpangkat lainnya. Panca yang menerima kebudayaan lain yang tak mengerogoti kebudayaan sendiri. Panca yang terbuka melihat pandangan baru tetapi tak melupakan pandangan lama sebagai prinsip.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar