Laman

Sabtu, 09 Maret 2013

CERITA FILOSOFI GAWANG


Dalam persepak-bolaan kita mengenal istilah gawang. Yang merupakan satu simbol kemenangan sekaligus simbol kekalahan. Dalam permainan sepak bola ada 2 tim yang mewakili segala sesuatu dalam kehidupan manusia yang selalu memiliki pasangan. Lelaki- perempuan, Kalah-menang, Besar-kecil, baik-uruk dan lain sebagainya. Masing- masing tim itu memilki gawang yang harus di jaga dan sekaligus memiliki gawang yang harus dijebol.

Gawang yang harus dijebol itu lah yang kemudian dalam kehidupan manusia dapat kita analogikan sebagai tujuan, target, keinginan, cita-cita  atau apa pun namanya yang sepadan dengan apa yang kita harapkan dari kehidupan yang singkat ini. Dalam usahanya, tim yang ingin menjebol gawang, memiliki berbagai trik dan tak-tik serta setrategi. Tetapi kemudian menjadi sangat tidak menarik ketika trik, tak-tik, dan setrategi itu ternyata tidak bisa menembus tujuan itu. Gawang. Dan lalu tanpa menggunakan trik, tak-tik maupun setrategi tenyata mampu menmbus tujuan itu, maka itu lah yang menang. Jadi menjadi jelas lah bahwa yang lebih penting, yang lebih menarik, yang lebih nikmat untuk ditonton itu adalah tujuan.

Kemudian gawang yang ada dibelakang kita adalah gawang yang harus senantiasa kita jaga agar tidak tertembus oleh tusukan-tusukan pemain lawan. Dalam kehidupan nyata tentu kita memiliki saingan yang setiap saat siap untuk menggulingkan apa yang telah kita bangun. Kehancuran gawang yang seharusnya kita jaga itu ternyata jauh lebih buruk ketimbang keberhasilan kita menembus gawang lain sebanyak seratus kali. Betapa pun kita telah memasukkan bola kegawang lawan sebanyak seratus kali tapi ternyata kita kalah dalam pertandingan karena gawang kita kemasukan seratus satu bola, itu artinya kita tetap kalah.

Jadi apa sebenarnya gawang yang kita jaga itu dalam kehidupan nyata? Semantara ini mugnkin bisa saja kita analogikan sebagai prinsip hidup. Yang bersandar pada hati nurani. Jadi bukan hanya mencapai tujuan saja tetapi kita juga harus mempertimbangkan apa yang hati nurani katakan. Dan memang tujuan bisa saja menjadi tidak penting ketika bertentangan dengan prinsip hidup atau hati nurani kita.

Kita mencapai tujuan tapi mengabaikan hati nurani maka tak ubahnya kita dengan para perampok. Dimanapun orang tak akan ada yang membenarkan perampokan, atau mengambil barang "harta atau dunia" milik orang lain secara paksa. Sementara tujuan dari Si Perampok adalah mencari barang "harta atau dunia" untuk kepentingan pribadi atau pun golongan. Memang setiap manusia hidup di dunia pasti membutuhkan "harta atau dunia", tetapi dalam mencapai tujuan itu ternyata mengesampingkan hati nurani dan prinsip hidup, maka itu artinya kita tetap kalah dalam pertandingan sepak bola. Karena gawng kita kemasukan bola lebih banyak ketimbang kita memasukan bola ke gawang lawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar