Laman

Senin, 23 Maret 2015

Pengantar Senyap

Senyap. Adalah sepi yg sesepi-sepinya. Mungkin bila dibayangkan seperti sedang berada di ruang hampa. Tanpa kawan, tanpa hewan tanpa tetumbuhan. Bahkan desis suara nafaspun tertahan. Benar-benar tanpa sesuatu kecuali dirinya sendiri. Itu yg mungkin akan disampaikan oleh Joshua Oppenheimer melalui "Senyap"-nya. Dan dari "Senyap" itu kemudian muncullah harapan untuk meriangkan. Bukan malah semakin hanyut dalam senyap.

The look of silence merupakan film dokumenter seorang adik yg sedang mencari kebenaran. Tentang kakaknya yg dibunuh karena dituduh terlibat Gestapu. Mula-mula dari ibunya sendiri. Sedang ayahnya sudah terlalu tua dan pikun. Kemudian dia menemui para pelaku pembunuhan. Mengorek bagaimana cara kakaknya dibunuh. Bagaimana korban-korban fitnah dianiaya.

Dalam "Senyap" kita bisa melihat perbandingan antara pelaku pembunuhan tertuduh pki dan anggota keluarga pki. Bagaimana congkaknya seorang ketua DPRD mencoba "mengamankan" pki yg sedang mencari kebenaran. Bagaimana anak pembunuh merasa bangga karena ayahnya seorang penyelamat pancasila. Dan bagaimana seorang paman bersembunyi dari kesalahan membunuh kemenakannya sendiri.

Dari "Senyap" ini kita diharapkan belajar mengnai sejarah yg otentik. Sejarah yg dikorek dari pelakunya itu sendiri. Bukan sejarah yg direka-reka untuk menaikkan wibawa penguasa. Selama ini yg kita kenal sebagai sejarah adalah kejadian masa silam yg tertulis dibuku-buku. Sementara para pelaku atau keluarga korban, bahkan korban itu sendiri tidak pernah dimintai keterangan untuk meng-otentikkan kebenaran sejarah. Maka tinggallah sejarah kita hanya isapan jempol seorang pengarang, penyair, nobelis, cerpenis dan penuli-penulis fiksi. Bahwa sejarah yg hari ini beredar hanya cerita belaka. Bukan cerita sebenarnya, tapi seperti cerita novel karangan Pramoedya Ananta Toer yg banyak berkisah mengenai sejarah. Seperti tetralogi buru yg diambil dari kisah hidup seorang pejuang tanah air. Tapi, kisah itu tidak bisa disebut sejarah, karena memang bukan sejarah.

Begitulah. Bahwa pada generasi yg kesekian, kita masih menanggung sejarah gelap. Sejarah yg masih sulit dibuktikan kebenarannya. Dan ribuan atau bahkan jutaan nyawa melayang menuntut kebenaran itu segera diungkap. Dan semongga film-film dokumenter bertajuk "Senyap" bisa segera mngudara. Tidak hanya di Sumatra utara saja. Semoga di Banyumas-pun akan mengeluarkan kebenaran sejarah melalui versinya sendiri.

Kang Mahbub Wibowo, Kang Susanto, Kang Doni, dan kawan-kawan lainnya yg pernah mengimpikan film dokumenter tentang pendidikan politik dikalangan akar rumput. Meski belum terwujud, tapi dengan semangat kebenaran, semoga suatu saat film-film dokumenter dari akar rumput bisa bergandengan dg "Senyap".

Mari bicarakan apa yg ada dibenak kita tentang sejarah Indonesia.

Minggu, 22 Maret 2015

IPNU Gila

Maret 2015 aku mudik ke Banyumas. Hapir 2 tahun aku absen dari organisasi yg namanya IPNU secara struktural. Namun demikian, secara kultural trilogi IPNU masih melekat di hati. Selalu belajar untuk berjuang agar senantiasa bertaqwa. Pun masih terus mengikuti perkembangan berita-beritanya dari media online. Baik yg di pusat maupun di daerah. Seperti Banyumas. Dan melalui media komunikasi yg bersifat privat, baik sms atau yg lainnya.

Kabar kepulanganku aku sebar melalui media sosial. Dan teman-teman menganggap itu sebuah cerpen. Ah, begitulah aku. Selalu disangka si pembuat cerita. Dan mungkin itu lebih baik bagiku. Paling tidak aku bisa menikmati waktu berliburku.

Aku berangkat dari agen bus di terminal Lebak Bulus. Kurang lebih pukul 5 sore sopir bubus mulai mnginjakkan kakinya di pedal gas. Waktu bergulir begitu cepat seiring kecepatan bus menembus malam. Samapi di Ajibarang pukul setengah dua dini hari. Dan seorang IPNU bertanya kebenaran kabar aku pulang. Kebetulan dia anak Cilongok dan aku berencana turun di Cilongok. Jadi kusuruh dia untuk melihat aku turun dari bus. Aku turun di depan pas Cilongok. Dan ternyata dia sesang berada di kantor kecamatan Cilongok. Masih IPNU-an. Di malam menjelang pagi masih IPNU-an?

Begini Rekan, Gus Dur pernah berkelakar tentang NU gila. Katanya, kalau dari jam 8 sampai jam 10 malam masih ngurusin NU, itu NU militan. Kalau dari jam 10 sampai jam 12 malam masih ngurusin NU, itu gila NU. Dan kalau dari jam 12 sampai dini hari masih ngurusin NU juga, itu namanya NU gila. Wong wayahnya istirahat kok masih ngurusin NU. Dan aku pikir IPNU pun demikian.

Sehubungan dengan itu, aku kutipkan juga kelakar seorang mantan ketua IPNU PAC Ajibarang. "Nggo ngapa ngurusi IPNU? IPNU tah ko pra melu ngurusi nana ndeyan tetep ana sing ngurusi koh". Buat apa ngurusi IPNU? IPNU itu, biar kamu tidak ikut ngurusin juga tetap ada yg ngurusin kok. Dan yg tak kalah pentinya adalah wejangan mantan ketua PC IPNU kabupaten Banyumas. Pikirkan tentang IPNU minimal satu kali dalam sehari.

Menafsiri kelakar dan petuah yg saling menyambung itu aku kira begini. Bagus sekali ber-IPNU setotal mungkin. Jika sudah total, tidak boleh meninggalkan urusan yg bukan IPNU. Maksudnya yg sekolah ya urusin sekolahnya, yg kerja ya urusin kerjaannya. Bagilah waktu sebaik mungkin. Saya yakin kalau setiap hari isinya ngomongin IPNU, berkumpul dg orang yg itu-itu saja, pasti ada rasa bosan. Kalau sudah berada pada taraf bosan ini menjadi bahaya. Maka sisihkanlah banyak waktu untuk tidak memikirkan IPNU. Dan cukupkanlah sehari sekali mikir tentang IPNU. Kalau tidak mau disebut IPNU gila.

Kalau masih ada yg berani berkelakar, lebih baik jadi IPNU gila ketimbang jadi gila yg lain, ya itu urusan rekan ya. Aku tak mau menanggung akibatnya. Seperti di Purwojati, ada kalanya anak-anak tak diijinkan menginap meski untuk tujuan dan kepentingan IPNU. Meski sudah ada surat tembusan, meski kegiatan itu jelas, meski dan seribu meski yg lain. Tolong, sisihkan waktu yg tanpa IPNU.

Sabtu, 21 Maret 2015

Terimakasih PTT Family

April 30, 2014 aku interview di jalan Brawijaya IX no 58. Dengan perjanjian gaji pokok 1 juta, uang makan 25 ribu sehari dan uang lembur 2500 satu jam. Sebagai office boy. Aku pikir ini hanya sementara. Suatu hari harus ada ganti. Karena dalam pikiranku, suatu hari aku harus punya usaha sendiri. Apapun bentuk dan jenis usahanya, itu milikku sendiri.

Aku pernah menjadi petani jamir tiram. Tapi semuanya kandas. Dan suatu hari yang kandas itu harus kembali aku angkat. Waktu aku masih di kampung halaman, sering kali aku dimintai tolong untuk membetulkan komputer. Tak penrnah bongkar lapto. Dan suatu hari aku harus membuat usaha tentang itu.

Pengalaman bongkar pasang laptop sudah aku kantongi setalah 3 bulan nangkring di cv. Kayatek Taman Harapan Baru, Bekasi. Aku tak bisa bertahan lebih lama di Bekasi dengan kasus kerusakan komputer dan laptop yg itu-itu saja. Blue screen, lemot, blank, selalu restart. Solusinya instal ulang, ganti harddisk, ganti atau upgrade RAM. Aku tidak mau berhenti sampai di situ. Aku harus mencari pengalaman yg lain. Aku harus mencari kasus-kasus kerusakan yg lain.

Di Brawijaya itu, sebagai office boy, aku harus menyusup. Kantor itu perusahaan yg tidak bisa dikatakan kecil. Aku lihat satu, dua, tiga dan terus semakin banyak orang asing(WNA) bekerja di sini. Aku menyadari bahwa bahasa inggris adalah bahasa internasional. Dan kalau mau go internasional, minimal harus fluent in english writen and spoken. Dan aku sangat kekurang dengan bahasa ini. Aku harus memanfaatkan keberadaanku disini untuk belajar bahasa inggris.

Dan aku harus menyusup tentang, ternyata big bos memiliki galeri lukisan. Aku menyukai segala bentuk seni. Lukisan, berkunjung ke cafe-nya dan melihat design-nya. Luarbiasa. Murah menjadi mewah. Dikatakan murah karena dinding-dindingnya tertutup ratusan jendela jeruji lama dengan berbagai ukuran dan model. Aku belajar design dan tata letak ruang. Melihat miniatur restaurant, aku berpikir, suatu hari temanku yg sedang menekuni miniatur kapal layar harus bisa membuat miniatur seperti yg dipajang dikantor Brawijaya ini. Dan terakhir aku melihat terarium. Tanaman yg dimasukkan kedalam kotak kaca. Dan tentu suatu hari aku harus bisa membuat itu.

Brawijaya tempat yg sangat tepat untuk belajar. Manajemen perusahaannya. Fungsi dan tugas serta bagian-bagian. Struktur perusahaan. Belajar proses kreatif sebuah tulisan, sebuah design, sebuah tata letak ruang. Belajar tentang berbagai manusia. Di Brawijaya ada banyak orang yg berasal dari berbagai daerah. Belajar tentang psikologi dan sosial budayanya. Belajar tentang hati dan jalan pikirannya. Dan pengendalian emosinya.

Terakhir kali aku menuliskan. Sebagai wujud terimakasih atas segala pembelajaran. Terimakasih atas segala dukungan. Dan, yah segala terimakasih. Bahwa tak sepantasnya Brawijaya itu dilupakan. Orang-orangnya, lukisannya, miniaturnya, design restaurannya, dan terariumnya. Tak pantas dilupakan kasih sayangnya, omelannya, marahnya, printah tak masuk akalnya. Karena bukan manusia yg lupa sejarahnya sendiri.

Terimakasih PTT Family.....

Selasa, 10 Maret 2015

Presiden Harapanku

Cleaning service bukanlah pekerjaan yg hina. Seperti juga pemulung, atau jenis pekerjaan bersih-bersih. Apa lagi di Indonesia, katanya sedang menjadi negara yg kotor. Jadi perlu pembersihan. Tanpa terkecuali yg bisa melakukan hal tersebut hanya mereka yg berpengalaman dg dunia kebersihan. Ya pemulung, ya cleaning service, ya tukang sapu dan semua yg membersihkan. Atau bisa juga pembasmi hama dan gulma. Tp kata membasmi seolah terkesan kejam.

Tehnik membersihkan tidak sembarang orang bisa. Pun tahu tehniknya tp tidak mau melakukan tindak pembersihan. Ternyata yg mau jd petugas kebersihan tak banyak. Bahkan orang-orang yg sama sekali tak menyukai kotor pun enggan bebersih. Mending menyewa tenaga orang lain meski hanya sekedar untuk membersihkan sempaknya sendiri.

Ada berbagai alasan kenapa sesuatu itu menjadi kotor. Seperti tempat-tempat di kolong pohon akan mudah terlihat sampah berserak ketimbang di kolong meja atau kursi. Itulah kenyataan di bawah lindungan rindang pepohonan. Seperti rindang di bawah kekuasaan negara, organisasi atau apapun yg memiliki hirarki kepengurusan. Pun di bawah rindang pengurus tempat ibadah, pendidikan, pun di organ tubuh pebersih itu sendiri. Tak heran jika Indonesia semakin kotor saja. Yg mungkin ditubuk KPK itu sendiri juga merindangi, kemudian mengotori dg rindangnya.

Dalam pembersihan ada cara-cara yg efektif dan efisien dan menjadi proses yg tepat. Sepagi kita menyapu kolong pepohonan. Jenis sampahnya dedaunan. Jenis ini bisa dikompos menjadi pupuk. Tp dikolong meja dan kursi ada banyak kertas dan plastik. Untuk jenis kertas masih mungkin di daur ulang. Tetapi plastik, pun bisa didaur ulang, tp prosesnya lama. Dibakar pun tak benar-benar lenyap. Dan belum tentu hancur dalam tempo puluhan tahun. Jika siang kita mendapati kolong pepohonan kembali terisi daun yg hanya satu dua, kita bisa memungutnya. Tidak harus menyapu keseluruhannya. Untuk menjaganya tetap bersih.

Dan saya memilih presiden yg pernah bekerja dibidang kebersihan. Untuk Indonesia yg bersih.

Minggu, 08 Maret 2015

Ngebut

Dalam sebuah buku(kitab kuning), kalau tidak salah judulnya 'ushfuriyah. Memuat sebuah cerita yg--bila itu benar-benar terjadi dan semua orang menyadari--sangat menggemparkan. Orang jawa akan berpikir jagad ini sudah tak seimbang.

Ceritanya; suatu pagi Sayyidina 'Ali kw. terlambat bangun dan bergegas menuju masjid untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah. Dalam keterburuannya, ditengah jalan ada seorang kakek yg telah renta berjalan searah dengan jalan yg dilalui Sayyidina 'Ali. Demi menghormati orang tua tersebut Sayyidina 'Ali tidak mau mendahului. Maka berjalan terus di belakang sang kakek.

Dalam keseimbangan tentunya Sayyidina 'Ali seharusnya terlambat sampai di masjid. Namun kekuatan ghoib berkata lain. Kekuatan yg berada diluar mainstream kebanyakan manusia. Sayyidina 'ali masih bisa ikut berjama'ah dan matahari masih belum terbit. Kemudian malaikat jibril memberitahukan rahasia di hari yg luar biasa itu. Bahwa malaikat jibril menahan posisi ruku' nabi dengan sayapnya, nabi Muhammad saw. yg menjadi imam sholat. Dan malaikat mikail menahan matahari agar tak terlalu cepat terbit. Maka sholat subuh menjadi lebih lama. Begitu pun matahari tertahan untuk terbit. Dengan demikian sang waktu berhenti sejenak. Berhenti untuk menghormati orang tua yg ternyata nasrani. Dalam hal ini, orang tua itu bukan dari pengikut nabi Muhammad saw. maupun Sayyidina 'Ali.

Perkembangan teknologi semakin canggih. Orang-orang pada berebut menjadi yg tercepat. Mulanya sepeda, lalu sepeda bermotor lalu mobil. Begitulah galibnya manusia yg serba ingin cepat. Atau hanya karena aku seorang indonesia hingga berpikiran demikian? Belum merasa puas jika belum memiliki kendaraan yg lebih cepat. Kemudian kebut-kebutan dijalan.

Kadang-kadang, saat aku menyusuri jalan dengan sepeda motor, aku terbayang dengan cerita Sayyidina 'Ali itu. Rela ketinggalan sholat berjama'ah hanya karena menghormati seorang kakek. Karena dijalan yg aku susuri pun pasti tak sepi dari seorang yg sudah tua usianya. Bagaimana aku menghormatinya? Jika seorang tua itu sama menaiki sepeda motor mungkin aku bisa terus mengendarai sepeda motorku di belakangnya. Tapi kalau seorang tua itu ternyata bersepeda ontel atau bahkan jalan kaki, bagaimana aku akan menghormatinya dengan berjalan di belakangnya? Sementara aku mengendarai sepeda motor.

Barangkali adab sopan santun di dunia ini benar-benar telah terkikis sedemikian ruapa. Sudah menjadi jamannya yg muda lebih cepat. Tanpa permisi menyalip yg lebih tua. Bahkan di jalanan kadang yg muda membentak yg tua gara-gara yg tua memghalangi jalannya.

Barangkali, sebulan yg serasa sehari itu karena kutukan sang waktu. Kutukan pada generasi sekarang yg menyalip orang tua di jalanan. Barangkali, kecepatan waktu yg aku rasakan belakangan ini berkait-tautan dengan kisah Sayyidina 'Ali. Meski orang tua itu bukan dari golongan kita. Bahkan cenderung musuh. Karena selalu ada jeda antara generasi muda dan tua. Dan selalu ada ketegangan antara keduanya.

Semoga kesalahan menyalip para orang tua di jalanan diampuni. Semoga sang kala waktu tak cepat menuju pembaringan terakhir.

Sabtu, 07 Maret 2015

Makan Siang, Bunda dan Seorang Atasan

Malam itu mataku berkaca-kaca. Aku teringat Bunda. Kata Mely, oooh Bunda, ada dan tiada dirimu kan selalu ada di dalam hatikuuu.

Aku sedari kecil memang terkenal susah makan. Terutama nasi. Semua orang sekampung sudah mafhum. Setiap pagi sarapanku sekedar pisang bakar atau goreng. Cukup untuk bekal ngudi (mencari) ilmu sampai siang. Kadang siang pun aku menjauh dari yg namanya nasi. Pulang sekolah, ganti baju dan memanjat pohon jambu biji. Makan jambu biji barang dua biji dan mengantongi barang 5 biji sebagai bekal bermain.

Entah bagaimana caranya, mamah selalu tahu apakah sepulang sekolah aku makan atau tidak. Kalau mamah tahu siang aku tak makan, siap-siap kuping merah kena marah. Kadang, untuk menghindari murkanya aku kotori piring dg nasi sesendok dan lauk. Entah itu yg mereka sebut sebagai makan atau hanya menghindari murka, tapi kadang cara itu berhasil.

Buah favoritku saat kecil adalah apel. Suatu kali aku "disuap" dg buah apel saat jam makan siang tiba. Maksudnya mamah mengiming-iming akan dikasih buah apel, dg syarat mau makan siang.

Orang tuaku mulai berpikir tentang aku yg tak doyan makan. Mula-mula mereka pikir aku cacingan. Suatu siang, mamah mencariku dan menyuruh makan siang lalu minum obat cacing. Lagi-lagi dg "suap" buah. Kai ini buah rambutan. Kali yg lain, tanpa "suap", aku tak mau minum obat. Akhirnya aku mengalah dg minta gendong. Iya, hanya dg berada digendongan aku jadi mau minum obat. Dan tak ada perubahan pada nafsu makanku. Suatu kali dibelikan obat penambah nafsu makan. Sampai obat habis pun tak ada perubahan. Dan biarlah aku jadi orang yg susah makan.

Suatu hari tiba-tiba perutku terasa teramat lapar. Karena berada di pinggir kali dari pagi sampai matahari di atas kepala sendiri. Memancing. Kebetulan mamah masak kecambah dioseng kering. Dan aku makan siang sampai nambah. Dan menu itu jadi sering disuguhkan kembali. Suatu kali, ada banyak lauk yg terhidang dimeja makan. Tapi aku memilih serundeng kelapa. Dan dikali yg lain aku bikin sambal sendiri ditemani kerupuk putih bulat. Di tempatku namanya krupuk plembang.
Aku, selalu jauh dari sayuran. Sayur kesukaanku hanya satu. Kangkung. Pun kalau yg masak bukan mamah, belum tentu aku suka. Lalu timun dan kacang panjang buat lalab. Kacang panjang di oseng aku lari. Semur terong aku makan kuahnya saja. Kalau urusan daging--ayam, kambing, sapi-- aku jagonya. Ikan, selama masih ikan air tawar, apalagi yg hidup di sungai, itu aku suka. Tapi ikan laut, terutama ikan laut yg dibikin ikan asin, aku lari.

Aku selalu memilih menu saat makan. Pun kadang menunya cocok, tapi selera makan hilang entah kemana. Aku pilih mie instan dg telur dan sawi hijau. Aku masih saja susah makan. Betapapun berat kerjaku, porsi makan tak kemudian bertambah. Malah bisa berkurang. Tapi kalau urusan buah, aku jagonya. Kecuali jeruk. Aku tak suka karena kulitnya. Dan pepaya yg kadang suka menjebak dg warnanya. Warna menarik tapi rasanya jungkir balik. Favoritku masih apel dan pisang. Rambutan juga kadang-kadang. dan jambu biji tentu saja. Hingga suatu kali, di Pemalang, di meja makan selalu tersedia sesisir pisang masak khusus buatku saat selera makanku menurun.

Dan baru-baru ini, saat aku sudah bekerja, ada seorang atasan yg menegangkan otot emosinya hanya gara-gara aku telat makan. Mataku berkaca-kaca. Bukan karena marahnya yg membuatku menangis. Tapi kepduliannya. Dia mengingatkanku pada ibunda yg jauh dimata. Dan lagi caranya memarahinya elegan. Tak seperti orang marah pada umumnya yg bersuara keras. Suaranya pelan, tapi tegas.

Kamu Bu, iya kamu. Bu Erika. Yg tak tahu siapa, tapi berani mengorbankan menegangkan otot hanya karena soal telat makan. Terimakasih aku ucapkan setulus hatiku. Beriring do'a yg terbaik bagimu.

Kamis, 05 Maret 2015

Aku Titipkan PKL

Ini catatan tertanggal 4 Maret 2015. Aku bekerja pada sebuah kantor yg menempati perumahan di daerah Dharmawangsa, Kebayoran Baru. Rumah disini tergolong perumahan elite. Setiap rumah pasti memiliki team scurity sendiri. Dan tentu masing-masing punya houskeeping, supir dan bisa jadi tukang kebun sepertiku. Di tengah perumahan super besar itu ada hotel, pusat perbelanjaan, dan perniagaan. Juga ada bangunan apartement yg biasanya ada orang-orang bekerja didalamnya.

Hal fital yg pasti setiap orang butuh adalah makanan. Maka di pinggiran jalan perumahan yg super besar dg segala aktifitasnya berjejerlah pedagang kaki lima. Baik yg semi permanen atau yg sekedar mangkal. Yg semi permanen biasanya ada beberapa alat atau bangunan yg musti ditinggal saat penjual libur atau tutup. Dan yg mangkal tinggalllah menyisakan kenangan dan rasa saja. Awal April 2014 lalu masih begitu banyak dan bebasnya pedagang makanan ini. Hampir seluruhnya semi permanen. Meski hanya sekedar meninggalkan gerobag dorongnya saja.

Awal perubahan terjadi saat Jokowi dan JK resmi menjadi presiden dan wakil presiden terpilih. Mula-mula mereka yg berada di sekitar apartement Brawijaya. Memang semua bangunan semi permanen. Aku sering berjalan kesana untuk mencari taksi atau membelikan makanan. Memang saat jam-jam makan siang sangat ramai sekali. Kemudian tempat itu menjadi sepi. Tak ada warung, tak ada pengunjung, tak ada taksi mangkal. Yg tersisa hanya pot besar berisi tanaman. Pedagang semi permanen hilang.

Aku masih ingat sekali sabda dari Gubernur DKI Jakarta pengganti Jokowi. Bahwa yg ditertibkan adalah mereka yg keberadaannya merusak fasilitas umum. Merusak taman sebagai lahan hijau kota atau yg mengganggu pengguna jalan. Maka masih selamatlah beberapa pedagang kaki lima dideretan itu. Karena tak merasa melanggar sabda, maka ketika ditertibkan berani menolak. Pun beberapa yg melanggar masih bisa selamat dari amukan satpol pp. Konon karena ada pajak bulanannya. Sementara yg melanggar sabda mendapat surat peringatan dan denda. Juga akan direlokasi. Atau silahkan untuk tidak melanggar sabda. Aku kelimpungan ketika waktu makan siang. Tak ada pedagang, tak ada makanan, tak ada yg dimakan. Kelaparan.

Sekian hari berselang, pedagang pun berdatangan kembali. Hampir semua pedagang menjadi menggunakan gerobag dorong. Atau ada juga yg menggunakan mobil bak terbuka. Kompor pun dipaksa tersusun di gerobag agar mudah dibawa saat datang penertiban. Aku bersyukur dengan kembalinya pedanggang yg dihantui penertiban. Bersyukur bisa kembali makan siang tanpa harus berjuang berat.
Peringatan dan denda tinggallah menjadi peringatan dan denda. Denda bisa dibayar dengan mudah karena pemasukan yg sangat lebih dari cukup. Bahkan kalau musti membayar upeti pun pasti para pedagang itu rela. Betapa tidak, keuntungannya bisa sangat besar. Daerah ini ramai sekali dengan apartement, hotel, sekolahan, dan beberapa kantor siluman.

Siang tertanggal diatas, tengah hari hujan. Orang dikantorku bekerja bakalan malas keluar mencari makan. Aku-lah yg mereka sebut pahlawan penyelamat perut lapar mereka. Setelah mengambil makanan untuk bos besar, telah menunggu tugas selanjutnya. Bos besar biasa makan makanan sehat dan higienis. Pesanan diordder melalui telephon. Untuk karyawan bisa dan biasa makan apa saja. Dan hujan ini para karyawan menghendaki soto betawi Bang Jali. Biasa mangkal di sebrang apartement Brawijaya, di sebelah masjid. Aku meluncur.

Ada hal aneh yg kurasai. Tapi entah apa. Setelah memesan 3 soto daging dan 1 soto daging paru. Lama baru aku menyadari, Bang Jali tiada. Iya, penjual yg menyebut diri Bang Jali itu tak kelihatan. Hanya tinggal istrinya. Biasanya yg berjualan memang Bang Jali sendiri bersama istri. Sekarang yg membantu istri Bang Jali itu seorang muda. Mungkin anaknya. Aku hendak bertanya, tapi ragu. Aku takut menumbuhkan kesedihan bila; Bang Jali telah meninggal misalnya, atau sedang sakit dirumah, atau hal lain yg menyedihkan pula ujungnya.

Tapi Ibu itu mencurahkan gelisahnya pula. Mungkin Si Ibu bisa melihat segudang tanda tanya di mataku prihal keabsenan Bang Jali. "Tadi pagi nggak boleh jualan, lurahnya datang kemari. Ember dan beberapa alat dibawa ke kelurahan. Sekarang Bapak lagi ngambil di kelurahan. Iya, bareng sama tukang nasi goreng pos, warung taman juga." Begitu keluhnya. Aku tak tega melihat kesedihannya.

Entah berapa banyak lagi pedagang yg mengalami nasib serupa. Entah dimana lagi tempat-tempat yg mengalami penertiban. Inilah wajah kehidupan kota. Inilah wajah kehidupan Indonesia. Yg tak pro pemerintah adalah teroris. Sedang mereka, orang-orang itu, selalu memelas dukungan saat kampanye pemilu. Sedang mereka mengaku-aku jasanya saat pemilu kembali. Mereka itu selalu melupakan pemilihnya sendiri.

Koh Ahok, aku titipkan jiwa-jiwa kelaparan para perantau ini padamu. Aku titipkan seluruh penghuni Jakarta ini padamu. Aku titipkan tetumbuhan, bebatuan, pasar-pasar, terminal, jalan dan rerumputan. Aku titipkan kakek, nenek, ayah dan ibu. Kakak, adik, teman, saudara dan semua orang terkasihku. Aku titipkan para pedagang kaki lima ini padamu. Karena kau Gubernur DKI.

Selasa, 03 Maret 2015

Keputusan Sebuah Cita-cita

Setiap nafas dirasainya sebagai deru kehidupan. Cobalah sesekali nikmati, dengar dan rasakan hembusan itu. Lalu tahankan sejenak. Kiranya seberapa lama kita bisa bertahan tanpa nafas? Kita bisa menahannya, tapi tidak bisa mengontrolnya. Nafas, detak jantung, aliran darah, proses perubahan enegi dalam tubuh kita dari makanan, semua tidak bisa kita kontrol. Kita sedang tidur pun semua itu masih bekerja memenuhi tugas dan fungsinya. Sekali lagi tanpa kita kontrol.

Lebih kecil ada susunan jaringan, kemudian ada sel-sel. Dalam sel itu ada unit-unit, unit itu terdiri dari zat-zat yg bisa dipelajari semakin kecil-mengecil. Dan aku terlalu besar untuk mengamati yg kecil itu. Aku tidak bisa teliti. Menjadi sebuah keyakinan bahwa semua bukan ada karena proses alam saja. Kesempurnaan yg demikian hanya bisa diciptakan oleh Yang Maha Sempurna.

Organ-organ bersambung menjadi sistem organ yg berhubungan pula dan membentuk tetumbuhan, hewan-hewan dan tentu manusia yg kompleks. ربنا ماخلقت هذا باتلا . Tuhan tidak menciptakan sesuatu itu kecuali didalamnya ada sebuah pelajaran. Bahkan dari kotoranmu itu, jika kamu mau, pasti bisa kamu petik sebuah atau beberapa buah pelajaran.

Organ manusia diciptakan sempurna, dan terbiasa bekerja semuprna. Bahkan ketika kita menghina tangan melalui mulut, tak kemudian tangan menampar sang mulut. Telinga yg tau setiap rahasia, baik yg diucapkan keras-keras maupun yg berbisik, masih terus bersetia menjaga rahasia itu. Dan menjadi seperti organ yg sempurna itu bukan perkara gampang dalam kehidupan manusia.

Dalam satu manusia yg berhubungan dengan ekosistem menjadi memiliki berbagai fungsi. Ketika berada di rumah berfungsi menjadi suami atau istri atau anak. Ketika di tempat kerja akan berfungsi lain. Begitu di lingkungan bersama teman-teman, lain lagi fungsinya. Dan kemudian ketika bermasyarakat, bernegara tapi tetap sebagai manusia dimapun kita berada.

Suatu kali, aku sendiri, sebagai buruh tidak bisa serta merta meninggalkan sebuah perusahaan. Jantung, meskipun setiap detik memompa darah, dia tak akan pernah merasa bosan dan lelah atau menginginkan sejenak untuk rehat. Ada mekanisme untuk melepaskan itu semua. Nafas kehidupan harus berhenti.

Sebagai buruh yg juga manusia, aku berperasaan, untuk perlu membicarakan perasaan. Semua organ tubuh perlu tahu mengapa mata tak pernah bisa melihat telinga. Seperti semua rekan kerja perlu mengerti sebuah alasan aku berhenti. Dan aku sampaikan alasan itu. Tak lain dan tak bukan adalah karena usia yg menua memaksa mengejar cita-cita. Cita-cita sebagai anak, sebagai kepala keluarga, sebagai teman, sebagai anak desa, sebagai warga negara, sebagai orang beragama dan tentu saja cita-cita sebagai manusia. Sementara cita-cita sebagai karyawan, jika aku termasuk karyawan, di perusahaan itu aku cukupkan. Aku lakukan sebisaku segala fungsi dan tugasku sebagai pelayan. Paru-paru seorang perenang bisa menahan nafas lebih lama dan lebih banyak ketimbang paru-paru seorang perokok. Dan aku sebagai manusia pasti ada banyak kekurangan dalam bekerja. Dan kesalahan adalah manusiawi. Tapi hanya manusialah yg seharunya belajar dari kesalahan itu.

Aku tunjukan, bahwa tulisan ini adalah cita-citaku. Aku memimpikan ini dari 6 atau 7 tahun belakangan. Sebagai manusia yg komplek aku ingin menyumbang. Dan sebaik-baik manusia yg berperadaban adalah manusia yg hidup pada zaman baca tulis. Dan manusia sebelum itu disebut pra sejarah. Dan maka aku ingin sumbangkan tulisan sebgai bacaan manusia beradab.

Adapun sebagai sesama manusia engkau, kamu, kalian dan Anda semua hendak membantu ya silahkan. Aku tak berhak melarang suatu apa kepada makhluk merdeka. Dan ketika acuh pun, lah itu hak kalian, dan yg pura-pura peduli pun itu sudah sangat baik. Setidaknya mereka sudah tau apa yg aku inginkan sebagai manusia, sebagai anak, sebagai suami dan kepala keluarga, sebagai buruh yg bekerja melayanimu.

Tulisan ini akan abadi, sebagai bukti aku pernah berkerja melayanimu. Sebagai bukti bahwa aku terus berusaha memanusiakanmu. Kata sebuah lagu Iwan Fals, aku menyayangimu karena kau manusia. Tapi kataku, bukan manusia pun aku menyayangimu, karena setiap apa yg tercipta ada untuk dipelajari, untuk dimengerti, untuk manusia itu sendiri.

Untuk orang-orang yg berat melepasku pergi.