Laman

Selasa, 09 Desember 2014

Malam Minggu

Malam-malam minggu itu menjadi sejarah. Pahit, getir, manis dan asin, gurinya ada disetiap sejarah. Entah bagi mereka yg telah mencatatkan namanya di KAU. Tapi malam minggu bagiku, kemarin, kini dan nanti, akan ku usahakan menjadi sejarah terbaik. Meski ada yg terburuk dari yg terbaik itu, semua tertuang dalam lontar modern abad ini. Kertas-kertas, halaman-halaman media sosial, halaman-halaman blog dan apa pun yg bisa aku manfaatkan untuk menulis sejarah.

Tentang sebuah malam minggu kelabu tempo dulu. Malam minggu tanpa tau apa yg akan menjadi tujuanku. Tentang malam minggu yg tak seorang pun tau, aku merindumu. Malam minggu yg setiap jengkal jarum jam aku nikmati sendiri. Di keramaian sembah mulia seribu puji nabi. Malam minggu yg gerimis, hujan atau terang bulan. Malam minggu yg dingin, gerah dan yg terasa biasa saja. Malam minggu yg dipersiapkan untuk memberontak kesewenangan kekuasaan. Malam minggu yg ditemani segudang judul film, animasi, drama, komedi, aksi dan family. Malam minggu yg hanya ada aku sendiri.

Atau tentang malam minggu saat menelan pil pengobat rindu. Malam minggu yg aku dan kamu bertemu. Malam mimggu yg mengumbar senyum diputaran waktu. Malam minggu yg hanya ada aku disisimu. Malam minggu yg merelakan waktu menguap bersama tatap. Malam minggu yg aku dan kamu berseteru. Malam minggu yg aku dan kamu tergugu. Malam minggu yg kita bersama menyusuri jalan raya. Malam minggu yg kita bersama berbelanja. Malam minggu yg kita menikmati seporsi sate. Malam minggu yg ditemani secangkir kopi.

Apa kabar kau yg kelabu? Apa kabar kalian para pemuja nabi? Apa kabar kalian yg memberontak kesewenangan kekuasaan? Apa kabar kalian yg menyediakan segudang judul film? Dan apa kabar rindu menggebu yg ditahan berminggu-minggu?

Kau masih baik saja pil pengobat rindu? Lalu bagaimana dengan mu Bertemu? Apakah baik kabarmu? Juga kamu Senyum, Sisi, dan Tatap. Apakah kalian juga baik? Dan, ah, jalan yg menjadi saksi seteru itu rusak. Apakah seteru juga baik saja, aku tak tahu. Yg menjadi saksi kunci, jalanan itu, sudah berubah. Apakah dia, jalanan, itu masih ingat dengan seteruku dengan rindu, dengan cinta, dengan gadis. Itulah Jakarta. Setiap detik bisa saja berubah. Jalanannya, gedung-gedungnya, terminal dan supirnya, gubernur dan DPRD-nya.

Tapi semoga cinta yg aku bawa ke Jakarta ini tak pernah berubah. Rindunya, sayangnya, cintanya, pil rindunya, secangkir kopinya dan banyak hal yg masih dianggap baik. Dan semoga segala apa yg baik di Jakarta ini bisa aku terima. Menjadi bagian hidupku untuk menikmati malam minggu yg kini dan akan datang.

Malam minggu yg akan datang, semoga, masih ada rindu, masih ada secangkir kopi, nasih ada pil rindu, masih ada pujian nabi, masih ada di sisiku, masih masih semua yg baik-baik dan menjadi hikmah. Semoga ada banyak cerita tentang malam minggu. Menikmatinya bersamamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar